PT Equityworld - Imamatul Maisaroh (33) adalah perwakilan dari Indonesia yang terpilih menjadi pembicara pada Konvensi Nasional Partai Demokrat yang digelar di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat, Selasa (26/7) hari ini.
Ima, demikian sapaan akrabnya, merupakan perempuan asal Desa Kanigoro, Dusun Krajan, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Anak pertama dari tiga bersaudara ini memiliki kisah hidup yang mengharukan sebelum ia sukses di negara lain.
Melalui perbincangan via BlackBerry Messenger (BBM), ia menceritakan bagaimana bisa sampai ke Amerika. "Dulu saya berhenti sekolah karena mau dikawinkan dengan orang yang tidak saya kenal. Akhirnya, saya kabur," ungkap Ima, Senin (25/7).
Ima kemudian mendaftar ke sebuah perusahaan untuk kerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong. Karena ia tidak punya pengalaman, jadi ia harus latihan kerja. "Saya latihan kerja di Malang dan majikan saya ini punya saudara sepupu di AS. Saudaranya ini perlu pembantu, saya ditawarin. Saya senang sekali karna gajinya 150 dolar AS per bulan," imbuhnya.
Pernyataan Ima dibenarkan oleh kedua orangtuanya, Turiyo (54) dan Alima (50). Mereka mengaku menjodohkan Ima saat masih duduk di bangku sekolah kelas 1 Sekolah Menengan Atas (SMA). Ima ketika itu kemudian melarikan diri karena tak cinta. "Anaknya tidak suka.
Mereka sudah menikah tapi belum sampai punya anak," tutur ayah Ima, Turiyo saat dijumpai di rumahnya di Malang, Senin.
Turiyo dan istrinya saat itu tidak mengetahui kalau anaknya kabur, sampai pada akhirnya Ima ikut juragan untuk dipekerjakan sebagai tenaga kerja wanita (TKW). Namun mereka harus menebus Rp 600 ribu karena Ima lebih memilih untuk ikut bekerja di Amerika ketimbang di Hongkong.
Namun nahas, rupanya majikan di AS memperlakukan Ima dengan kejam. Ia dipaksa bekerja lebih dari 12 jam sehari. Bila melakukan kesalahan dalam bekerja, Ima harus menerima pukulan dari sang majikan. Gajinya selama dua tahun pun tak pernah dibayarkan.
Beruntung, sulung dari tiga bersaudara ini berhasil kabur dengan bantuan tetangga majikannya. Ima kemudian dibawa ke penampungan gelandangan dan ditangani organisasi nirlaba Coalition to Abolish Slavery and Trafficking (CAST).
Organisasi ini mencarikan pekerjaan baru bagi Ima. Perempuan inipun disekolahkan dan memperoleh berbagai macam kursus keterampilan. Berkat pendidikan yang diterima serta ketekunannya belajar, Ima diangkat menjadi staf CAST sejak 2012.
Kini Ima dikenal sebagai aktivis yang memperjuangkan hak-hak buruh migran dan korban perdagangan manusia.
Perempuan bertubuh mungil ini kemudian diangkat menjadi 1 dari 10 penasihat Presiden Barrack Obama di bidang perdagangan manusia. "Kami sebagai orangtua ya hanya bisa mengiyakan keinginan anak. Ya syukur Alhamdulillah dia bisa sukses di sana," imbuh Turiyo sambil sesekali menyeka air matanya karena terharu dan mengingat anak sulungnya itu.
Orangtua Ima sehari‑hari hanya bekerja sebagai petani. Ima, dikatakannya tidak lupa dengan keluarga, dengan mengirim uang kepada mereka. Bahkan, Turiyo dan Alima sudah melaksanakan ibadah umrah.
Setelah Ima berada di Amerika mulai tahun 1997 ia menikah dengan lelaki asal Meksiko dan dikaruniai dua anak.
Yakni Aisyah dan Leonardo. "Tak lama, mereka cerai. Dan menikah lagi dengan lelaki asal Bandung. Namanya Dian. Sudah punya anak satu. Namanya Ivana," cerita Turiyo.
Selama di Amerika, Turiyo dan istrinya selalu diberi kabar oleh anaknya. Bahwa anaknya menjadi relawan orang‑orang telantar di Amerika. Terakhir Ima pulang, lanjut dia, sudah dua tahun yang lalu.
Terpisah, Kepala SMA Khairuddin, Malang saat ditemui, mengatakan pihaknya bangga apabila ada siswanya yang bisa sukses di negara lain. "Kami juga baru dapat info hari ini. Tentunya senang. Meskipun dia (Ima) tidak sampai tuntas menyelesaikan sekolahnya," tuturnya.
PT Equityworld
Ima, demikian sapaan akrabnya, merupakan perempuan asal Desa Kanigoro, Dusun Krajan, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Anak pertama dari tiga bersaudara ini memiliki kisah hidup yang mengharukan sebelum ia sukses di negara lain.
Melalui perbincangan via BlackBerry Messenger (BBM), ia menceritakan bagaimana bisa sampai ke Amerika. "Dulu saya berhenti sekolah karena mau dikawinkan dengan orang yang tidak saya kenal. Akhirnya, saya kabur," ungkap Ima, Senin (25/7).
Ima kemudian mendaftar ke sebuah perusahaan untuk kerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong. Karena ia tidak punya pengalaman, jadi ia harus latihan kerja. "Saya latihan kerja di Malang dan majikan saya ini punya saudara sepupu di AS. Saudaranya ini perlu pembantu, saya ditawarin. Saya senang sekali karna gajinya 150 dolar AS per bulan," imbuhnya.
Pernyataan Ima dibenarkan oleh kedua orangtuanya, Turiyo (54) dan Alima (50). Mereka mengaku menjodohkan Ima saat masih duduk di bangku sekolah kelas 1 Sekolah Menengan Atas (SMA). Ima ketika itu kemudian melarikan diri karena tak cinta. "Anaknya tidak suka.
Mereka sudah menikah tapi belum sampai punya anak," tutur ayah Ima, Turiyo saat dijumpai di rumahnya di Malang, Senin.
Turiyo dan istrinya saat itu tidak mengetahui kalau anaknya kabur, sampai pada akhirnya Ima ikut juragan untuk dipekerjakan sebagai tenaga kerja wanita (TKW). Namun mereka harus menebus Rp 600 ribu karena Ima lebih memilih untuk ikut bekerja di Amerika ketimbang di Hongkong.
Namun nahas, rupanya majikan di AS memperlakukan Ima dengan kejam. Ia dipaksa bekerja lebih dari 12 jam sehari. Bila melakukan kesalahan dalam bekerja, Ima harus menerima pukulan dari sang majikan. Gajinya selama dua tahun pun tak pernah dibayarkan.
Beruntung, sulung dari tiga bersaudara ini berhasil kabur dengan bantuan tetangga majikannya. Ima kemudian dibawa ke penampungan gelandangan dan ditangani organisasi nirlaba Coalition to Abolish Slavery and Trafficking (CAST).
Organisasi ini mencarikan pekerjaan baru bagi Ima. Perempuan inipun disekolahkan dan memperoleh berbagai macam kursus keterampilan. Berkat pendidikan yang diterima serta ketekunannya belajar, Ima diangkat menjadi staf CAST sejak 2012.
Kini Ima dikenal sebagai aktivis yang memperjuangkan hak-hak buruh migran dan korban perdagangan manusia.
Perempuan bertubuh mungil ini kemudian diangkat menjadi 1 dari 10 penasihat Presiden Barrack Obama di bidang perdagangan manusia. "Kami sebagai orangtua ya hanya bisa mengiyakan keinginan anak. Ya syukur Alhamdulillah dia bisa sukses di sana," imbuh Turiyo sambil sesekali menyeka air matanya karena terharu dan mengingat anak sulungnya itu.
Orangtua Ima sehari‑hari hanya bekerja sebagai petani. Ima, dikatakannya tidak lupa dengan keluarga, dengan mengirim uang kepada mereka. Bahkan, Turiyo dan Alima sudah melaksanakan ibadah umrah.
Setelah Ima berada di Amerika mulai tahun 1997 ia menikah dengan lelaki asal Meksiko dan dikaruniai dua anak.
Yakni Aisyah dan Leonardo. "Tak lama, mereka cerai. Dan menikah lagi dengan lelaki asal Bandung. Namanya Dian. Sudah punya anak satu. Namanya Ivana," cerita Turiyo.
Selama di Amerika, Turiyo dan istrinya selalu diberi kabar oleh anaknya. Bahwa anaknya menjadi relawan orang‑orang telantar di Amerika. Terakhir Ima pulang, lanjut dia, sudah dua tahun yang lalu.
Terpisah, Kepala SMA Khairuddin, Malang saat ditemui, mengatakan pihaknya bangga apabila ada siswanya yang bisa sukses di negara lain. "Kami juga baru dapat info hari ini. Tentunya senang. Meskipun dia (Ima) tidak sampai tuntas menyelesaikan sekolahnya," tuturnya.
PT Equityworld